March 18, 2007

Lintas Sejarah Masyarakat Mandailing












Na Itam Na Robi (Zaman Purba yang Hitam)

Zaman sebelum masuknya Islam ke Mandailing, orang Mandailing menyebut zaman itu na itom na robi, artinya, zaman purba yang hitam atau gelap, yakni jahiliah. Sebelum Islam, masyarakat Mandailing adalah masyarakat si pele begu, yakni masyarakat yang memuja roh leluhur mereka.

Sampai sekitar awal abad ke-20, sisa-sisa dari agama kuno itu masih tampak bekasnya dalam kehidupan masyarakat Mandailing. meskipun agama Islam telah merata menjadi anutan orang Mandailing. Di beberapa tempat misalnya masih dilakukan orang upacara pemanggilan roh yang disebut pasusur begu atau marsibaso yang sangat dikutuk oleh ulama.

Amalan si pele begu melibatkan upacara meminta pertolongan roh leluhur buat mengatasi misalnya bencana alam seperti musim kemarau panjang yang merusak tanaman padi penduduk. Orang-orang yang pernah menyaksikan upacara itu sulit membantah lantaran turunnya hujan lebat di tengah kemarau panjang setelah selesainya upacara ritual itu dilakukan.

Namun iman orang-orang Mandailing sebagai pemeluk agama Islam menganggap perbuatan itu, dosa yang mesti dihindari, mendorong masyarakat Mandailing membuang sama sekali sisa-sisa warisan si pele begu. Alim ulama masyarakat Mandailing telah menapis/menyaring amalan dan perubatan dari zaman na itom na robi dan mengekalkan amalan dan perbuatan yang tidak bertentangan dengan Islam.


Islam Memasuki Mandailing

Zaman sebelum masuknya Islam ke Mandailing, orang Mandailing menyebut zaman itu na itom na robi, artinya, zaman purba yang hitam atau gelap, yakni jahiliah. Sebelum Islam, masyarakat Mandailing adalah masyarakat si pele begu, yakni masyarakat yang memuja roh leluhur mereka.

Sampai sekitar awal abad ke-20, sisa-sisa dari agama kuno itu masih tampak bekasnya dalam kehidupan masyarakat Mandailing. meskipun agama Islam telah merata menjadi anutan orang Mandailing. Di beberapa tempat misalnya masih dilakukan orang upacara pemanggilan roh yang disebut pasusur begu atau marsibaso yang sangat dikutuk oleh ulama.

Amalan si pele begu melibatkan upacara meminta pertolongan roh leluhur buat mengatasi misalnya bencana alam seperti musim kemarau panjang yang merusak tanaman padi penduduk. Orang-orang yang pernah menyaksikan upacara itu sulit membantah lantaran turunnya hujan lebat di tengah kemarau panjang setelah selesainya upacara ritual itu dilakukan.

Namun iman orang-orang Mandailing sebagai pemeluk agama Islam menganggap perbuatan itu, dosa yang mesti dihindari, mendorong masyarakat Mandailing membuang sama sekali sisa-sisa warisan si pele begu. Alim ulama masyarakat Mandailing telah menapis/menyaring amalan dan perubatan dari zaman na itom na robi dan mengekalkan amalan dan perbuatan yang tidak bertentangan dengan Islam.


Perang Paderi (1816-1833)

Masa masuknya Islam sebelum serbuan Kaum Paderi, disebut oleh orang Mandailing maso silom na itom (masa Islam yang hitam). Pada masa itu agama Islam diantu orang Mandailing secara bercampur aduk dengan pele begu (agama tradisi). Berapa lama keadaan itu berlaku tidak diketahui dengan pasti.Perobahan besar berlaku dengan serbuan Kaum Paderi dari Minangkabau ke Mandailing sekitar 1820 dan membawa apa yang dijolok oleh orang Mandailing sebagai silom Bonjol (Islam Bonjol), yakni "satu mazhab Islam yang mencita-citakan kemurnian".

Dengan serbuan Kaum Paderi itu maka bergantilah maso silom na lom-lom (Islam hitam) dengan apa yang disebut orang Mandailing maso silom na bontar (masa Islam putih) atau maso silom Bonjol (masa Islam Bonjol). Hitam barangkali merujuk kepada warna biru nila (gelap) pakaian penentang-penentang Paderi.

Orang Mandailing menyebutnya demikian kerana Kaum Paderi menyerbu Mandailing dari Bonjol, dan Kaum Paderi yang mengembangkan agama Islam di masa itu umumnya berpakaian warna putih. Masa penyerbuan Paderi itu terkadang disebut orang Mandailing maso di na rinca (di zaman Tuanku Nan Renceh), seorang Imam Paderi.

Pecahnya Perang Paderi dan disusuli kemasukan Belanda mencetuskan perantauan orang-orang Mandailing ke Semenanjung Malaysia di abad ke-19. Gerombolan Mandailing ini terlibat dalam Perang Rawa 1848, Perang Pahang (Perang Orang Kemaman), 1857-1863, Perang Selangor (Porang Kolang), 1867-1873 dan Perang Perak, 1875-1876.

2 comments:

Anonymous said...

Oya ... ???!!!
http://gondang.blogspot.com
http://edinasution.wordpress.com

Nilton said...

Saluut. Saya rekomendasi blog ini.
Salam horas mandailing overseas.
http://wisencare.blogspot.com
Are you Mandailing?